Tugas & Fungsi Pengadilan Agama Serta Kekuasaan Dan Kewenangan

Tugas Dan Fungsi Pengadilan Agama Serta Kekuasaan Dan Kewenangan. Pengadilan Agama sebagai salah satu lembaga pelaksana kekuasaan Kehakiman di Negara Republik Indonesia sebagaimana di tentukan dalam Bab III Pasal 18 yang berbunyi “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada dibawahnya dalam Lingkungan Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama, Lingkungan Peradilan Militer, LingkunganPeradilan Tata Usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

Pengadilan Agama sebagaimana di jelaskan dalam Pasa 4 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 adalah berkedudukan di Kodia atau di ibu Kota Kabupaten yang Daerah Hukumnya meliputi Wilayah Kodia atau Kabupaten.

Tugas Pokok Peradilan Agama

Tugas Pokok Pengadilan Agama sebagai Peradilan Tingkat pertama adalah menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya dan tugas-tugas lain berdasarkan peraturan perundang-undangan termasuk didalamnya pengelolaan Administrasi Kepaniteraan dan kesekretariatan serta kegiatan-kegiatan lainnya.

Fungsi Peradilan Agama

  1. Fungsi mengadili ( yudicial power ) menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan oleh orang-orang yang beragama Islam.
  2. Fungsi Pengawasan yaitu mengawasi pelaksanaan penyelenggaraan peradilan agar dapat terlaksana dengan seksama dan sewajarnya.
  3. Fungsi mengatur yaitu mengatur pelaksanaan tugas struktural, fungsional dan pegawai Pengadilan Agama agar terlaksana tugas pokok dengan sebaik-baiknya efektif dan efisien serta produktif.
  4. Fungsi memberi nasehat, memberi keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum Islam kepada pemerintah di daerah “apabila diminta” ( pasal 52 ayat 1 ).
  5. Fungsi admistrasi yaitu penyelenggaraan administrasi, baik administrasi peradilan, administrasi umum, administrasi keuangan, kepegawaian dan perlengkapan, sarana dan prasarana peradilan.

Kekuasaan Dan Kewenangan Pengadilan Agama

Undang-undang telah memberikan kewenangan kepada Pengadilan Agama seperti tersebut dalam Pasal 49 Undang-undang nomor 3 tahun 2006 yang menyebutkan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang
  1. Perkawinan,
  2. Waris,
  3. Wasiat,
  4. Hibah
  5. Wakaf,
  6. Zakat,
  7. Infaq,
  8. Sahdaqoh dan
  9. Ekonomi syari’ah.

Dalam penjelasan pasal 49 Undang-undang nomor:3 tahun 2006 penyelesaian sengketa tidak hanya terbatas dibidang perbankan syari’ah melainkan juga dibidang ekonomi syari’ah lainnya. Lebih lanjut yang dimaksud dengan orang-orang yang beragama Islam adalah orang-orang atau badan hukum yang dengan sendirinya menundukkan diri dengan sukarela kepada hukum Islam mengenai hal-hal yang menjadi kewenangan peradilan Agama sesuai dengan dengan ketentuan yang digariskan dalam pasal tersebut. Adapun kewenangan yang erat kaitannya dengan perkawinan dapat disebutkan sebagai berikut :
  1. Izin beristeri lebih dari seorang ( poligami ) ;
  2. Izin Melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum bertusia 21 tahun dalam hal orang tua wali, atau keluarga dalam garis lurus ada pertbedaan pendapat;
  3. Dispensasi kawin;
  4. Pencegahan perkawinan;
  5. Penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah;
  6. Pembatalan perkawinan;
  7. Gugatan kelalaian atas kewajiban suami dan isteri;
  8. Perceraian karena talak;
  9. Gugatan perceraian;
  10. Penyelesaian harta bersama;
  11. Penguasaan anak-anak;
  12. Ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak mematuhinya;
  13. Penentuan kewajibanmemberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas isteri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas isteri;
  14. Putusan tentang sah tidaknya seorang anak;
  15. Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua;
  16. Pencabutan oleh kekuasaan wali;
  17. Penunjukan orang lain sebagai wali oleh Pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut;
  18. Penunjukan seorang wali dalam hal seorang anak yang ditinggalkan oleh orang tuanya;
  19. Pembebanan kewajiban ganti kerugian atas harta benda anak yang ada dibawah kekuasaannya;
  20. Penetapan asal usul seorang anak dan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam;
  21. Putusan tentang halpenolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran;
  22. Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain;

Lebih lanjut yang dimaksud dengan “WARIS” adalah penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masingahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebutserta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris;

Yang dimaksud dengan “WASIAT” adalah perbuatan seseorang yang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga/badan hukum, yang berlaku yang memberi wasiat tersebut meninggal dunia;

Yang dimaksud dengan “HIBAH” adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seorang atau badan hukum kepada oranglain atau badan hukum untuk memiliki.

Yang diumaksud dengan “WAKAF“adalah perbuatan seseorang atau kelompok orang ( wakif ) untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda milikinya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.

Yang dimaksud dengan “ZAKAT“ adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan syari’ah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.

Yang dimaksud dengan “INFAQ“ adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain guna menutupi kebutuhan, baik berupa makanan, minuman, mendermakan, memberikan rezeki ( karunia) atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain berdasarkan rasa ikhlas dan karena Allah SWT.

Yang dimaksud dengan “SHODAQOH“ adalah perbuatan seseorang memberikan sesuatu kepada orang lain atau lembaga/badan hukum secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu dengan mengharap redho Allah SWT dan pahala semata.

Adapun yang dimaksud dengan “EKONOMI SYARI’AH” adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi;
  1. Bank syari’ah;
  2. Lembaga keuangan mikro syari’ah;
  3. Asuransi syari’ah;
  4. Reasureansi syari’ah;
  5. Reksadana syari’ah;
  6. Obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah;
  7. Sekuritas syari’ah;
  8. Pembiayaan syari’ah;
  9. Pegadaian syari’ah;
  10. Dana pensiun lembaga keuangan syari’ah dank. Bisnis syari’ah;