Tugas & Wewenang Jaksa Agung

Tugas & Wewenang Jaksa Agung. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan. Jaksa Agung dibantu oleh seorang Wakil Jaksa Agung dan beberapa orang Jaksa Agung Muda. Jaksa Agung dan Wakil Jaksa Agung merupakan kesatuan unsur pimpinan. Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh serta bertanggung jawab kepada Presiden.

Tugas & Wewenang Jaksa Agung

Uraian Tugas Dan Wewenang Jaksa Agung

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 mengatur tugas dan wewenang Jaksa Agung, yaitu:
  1. Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang Ketertentu jaksaan;
  2. Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang;
  3. Mengkoordinasikan penanganan perkara pidana tertentu dengan instansi terkait berdasarkan Undang-Undang yang pelaksanaan koordinasinya ditetapkan oleh Presiden;
  4. Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum;
  5. Mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha Negara;
  6. Dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi perkarapidana;
  7. Menyampapikan pertimbangan kepada Presiden mengenai permohonan garasi dalam hal pidana mati;
  8. Mencegah atau menangkal orang tertentu untuk masuk atau keluar wilayah kekuasaan Negara Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, Pasal 36 Ayat (1)Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, Pasal 36 Ayat(1), Ayat (2), dan Ayat (3), dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (3) sama-sama menegaskan bahwa Jaksa Agung memberikan izin kepada tersangka atau terdakwa untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit dalam negeri, kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilakukan perawatan di luar negeri. “Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan di dalam negeri diberikan oleh Kepala Kejaksaan Negeri setempat atas nama Jaksa Agung, sedangkan untuk berobat ataumenjalani perawatan di rumah sakit di luar negeri hanya diberikan oleh Jaksa Agung. Izin dimaksud hanya diberikan atas dasar rekomendasi dokter, dan dalam hal diperlukannya perawatan di luar negeri rekomendasi tersebut dengan jelas menyatakan kebutuhan untuk itu, yang dikaitkan dengan belum mencukupinya fasilitas perawatan tersebut di dalam negeri.

Izin sebagaimana dimaksud di atas, tersangka atau terdakwa atau keluarganya mengajukan permohonan secara tertulis kepada Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuksesuai dengan Keputusan Jaksa Agung. Izin seperti itu diperlukan karena status tersangka atau terdakwa yang sedang dikenakan tindakan hukum, misalnya berupa penahanan, kewajiban lapor, dan atau pencegahan dan penangkalan. Yang dimaksud dengan “tersangka atau terdakwa” adalah apabila fasilitas pengobatan atau menjalani perawatan di dalam negeri tidak ada. Perbedaan pengaturan kedua undang-undang tersebut, terletak pada persyaratan adanya jaminan tersangka atau terdakwa atau keluarganya berupa uang sejumlah kerugian negara yang diduga dilakukan oleh tersangka dan terdakwa, dan apabila tersangka atau terdakwa tidak kembali tanpa alasan yang sah dalam jangka waktu 1 (satu) tahun, uang jaminan tersebut menjadi milik negara. Pelaksanaannya dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Referensi
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991